Langsung ke konten utama

Featured Post

Merdeka?

Sudah 79 tahun Indonesia berdiri sebagai negara yang berdaulat setelah bapak proklamator menyatakan kemerdekaan negeri ini. Teriring doa untuk segenap pahlawan yang telah gugur memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajah, hingga tepatnya 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB di Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat. Sejak saat itulah Indonesia mulai diakui sebagai negara yang berdaulat. Merdeka.! 79 tahun sudah berlalu.. Namun, apakah kita benar-benar sudah merdeka? Faktanya.. Dewasa ini, kita masih "berperang" melawan berbagai permasalahan dan "penyakit" yang menjalar dalam tubuh bangsa. Masalah tersebut kian menghantui negeri ini menyongsong Indonesia Emas 2045. Apa saja?  Katakanlah, kemiskinan , judi online , dan narkotika di antaranya. *KEMISKINAN Menurut data Bank Dunia, pada tahun lalu, 9,36 % populasi Indonesia masih hidup di bawah ambang batas kemiskinan. (1) *JUDI ONLINE Menurut data PPATK, nilai transaksi perjudian di Indonesia mencapai Rp327 T. Sekit...

Peristiwa Ahad Pagi

    Jam dinding menunjukkan pukul lima pagi. Di Kasongan, kegelapan malam mulai sirna, namun mentari masih tersembunyi di balik pepohonan dan rumah-rumah di sisi timur. Langit masih menyisakan mendung setelah gerimis menyirami kampung ini subuh tadi. Sepulangnya dari masjid, aku akhirnya menerima ajakan keluarga untuk pergi ke pantai. Maklum adik, adik sepupu, dan keponakan sudah lama tidak bersenang-senang di pantai semenjak pandemi Covid-19 melanda. Seusia mereka yang masih SD dan TK memang sangat senang ketika diajak berlibur ke pantai dan bermain di sana. 

 

    Segera aku bergegas bersiap- siap berangkat. Berbekal seadanya dengan ditemani sebuah motor, aku mulai berangkat. Berjalan di belakang, aku mengikuti empat motor di depan yang dikendarai oleh bapak, paklik, adik, dan kakak Udara masih terasa dingin semburat mendung masih menutupi sinar mentari. Beruntung pagi itu mendung hanya menyapa kami tanpa menitipkan hujan. Melewati Jalan Bantul menuju Jalan Parangtritis kami melewati perempatan Klodran dan berbelok ke arah timur melewati Jalan Pramuka. Beberapa menit berjalan nampak di sisi utara jalan, ada SMA, tempat aku belajar yang kini mulai mengalami kemajuan. Maklum bangunan baru dua lantai berwarna putih di sisi jalan itu membuat wajah sekolah kami menjadi semakin indah. Beberapa detik saja memandang membuatku bersyukur pernah belajar di sana. Setelah melewati Jalan Pramuka, kami melewati Jalan Tentara Pelajar kemudian berbelok melewati lampu merah di pertigaan Jalan Sultan Agung, hingga kami sampai di lampu merah perempatan Bakulan. Lanjut berbelok ke arah selatan, kami melanjutkan perjalanan menuju pantai melalui Jalan Parangtritis.

 

    Setengah jam lamanya perjalanan, kami tiba di sebuah pantai. Pantai ini dinamai dengan Pantai Baru. Meskipun namanya Pantai Baru, sebenarnya pantai ini sudah lama dibuka, namun nama Pantai Baru ini sudah menjadi khas dari awal pantai ini dibuka. Pantai ini berada di sisi barat Pantai Parangkusumo dan juga Pantai Parangtritis yang berada di sisi timurnya lagi. Cukup membayar parkir dua ribu rupiah saja kami bisa menikmati pantai ini, alhamdulillah

 

    Jajaran pohon cemara yang rindang menyambut kami dengan ramah. Deburan ombak terdengar sayup-sayup. Adik dan keponakan berlarian terlihat tidak sabar menyapa deburan ombak yang menghempas tepian pantai. Dan benar saja, sesampainya di sana mereka langsung berlarian kesana kemari, bermain pasir, hingga berenang ringan bersama ombak yang menyisir pantai. Mereka tampak menumpahkan seluruh kebahagiaan mereka.

 

    Mentari mulai nampak di sela awan tipis ujung timur pantai Agak sedikit jauh dari mereka, aku kakak, bapak, dan paklik memandang mereka sambil berbicang-bincang santai. Di antara perbincangan kami yang panjang, laut luas juga perahu yang berlayar di atasnya menjadi salah satu topik menarik yang membuat kami mengucap kagum atas ciptaan-Nya ini. Keindahan ciptaan-Nya ini sebenarnya telah Dia kabarkan dalam kitab-Nya "Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering) dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti."

 

    Satu jam lamanya kami bermain di tepian samudera, anak-anak masih menikmati permainan bersama pasir dan deburan ombak. Menuruti keinginan mereka seakan tiada habisnya, kalau dituruti bisa saja seharian kami berada di pantai, kami bergegas, ada tempat lain yang sudah kami rencanakan sebelumnya.

     

    Suasana masih pagi, pengunjung nampak berdatangan melewati kami yang mulai meninggalkan pantai itu. Menuju ke arah barat dari pantai Baru, kami singgah ke warung makan di Pantai Depok. Menempuh perjalanan sekitar lima menit, kami tiba. Jika dibandingkan dengan Pantai Baru, wisata kuliner di Pantai Depok sudah lebih unggul. Di sana banyak terdapat warung makan, para penjual ikan, makanan, buah-buahan, bahkan penjual pakaian sekalipun. Wajar saja jika para pengunjung tidak pulang kecuali membawa buah tangan.

 

    Di meja lesehan beralaskan tikar kami duduk santai menyantap makanan. Suasana begitu hangat. Kami sangat menikmati makanan sederhana yang terhidang. Seusai makan kami tidak lupa membawa buah tangan. Tidak lupa juga dengan adik dan keponakan, mereka dibelikan baju baru dari penjual pakaian di sana. Mereka tampak bahagia dan sangat senang seusai memilih baju baru kesukaan yang di beli di pantai. 

 

    Mentari mulai beranjak naik, kami bergegas meninggalkan pantai dan kembali ke rumah. Keluar dari pantai Depok menuju arah timur, kami melewati jalan Parangtritis seperti ketika berangkat. Jalanan tampak ramai, aku sempat terhenti di atas jembatan Glondong yang terbentang di atas kali Opak. Sembari menanti uraian kemacetan, aku melirik ke arah sungai sekitar jembatan. Tampak beberapa perahu terapung di pinggiran sungai dan beberapa lainnya ada di tengah sungai bersama pengunjung. Tempat wisata ini sedang diminati oleh pengunjung, terlihat dari banyaknya pengunjung yang menikmati suasana sungai dari atas perahu.

 

    Lima menit berlalu, aku mulai berjalan perlahan. Beberapa meter meninggalkan jembatan, tampak dari kejauhan beberapa polisi dan kerumunan warga memadati jalan. Aku sempat berpikir adanya operasi lalu lintas yang diadakan pihak kepolisian di sana. Namun, kenyataannya tidak seperti yang aku duga. Lirih istirja' tiba-tiba terucap dibibirku, suasana menjadi berubah, detak jantung tak terelakkan.  

 

    "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun"

 

    Di kerumunan warga dan polisi yang sedang berjaga, terlihat diantara mereka seseorang dewasa yang tergeletak dan terbaring. Nampaknya kerumunan tadi disebabkan karena kecelakaan lalu lintas ini, aku tak dapat melihat apapun dari korban itu, lembaran kain jarik telah menutupinya, tapi yang jelas dua orang yang lebih muda terlihat duduk di depan korban itu menunduk tanpa kata. Aku melihat ke tepi jalan, di pinggir kerumunan itu terdapat sebuah mobil dan bus terparkir dengan sedikit kerusakan.

 

    Di tengah riuhnya kerumunan, keluargaku sedikit perlahan mendahuluiku melanjutkan perjalanan ke arah rumah. Aku masih berjalan lambat melewati kerumunan. Jalan ini menjadi saksi perjumpaannya kepada sang malaikat, utusan-Nya. Jika kita meihat kebelakang, mungkin saja korban itu pergi untuk bersenang-senang di pantai, namun ternyata dia harus pergi untuk menemui ajal. Takdir telah tercatat, kecelakaan lalu lintas menjadi jalannya mengakhiri hidup. Kepergian dari dunia ini memang menjadi sebuah keniscayaan. Dalam kitab-Nya, Dia telah mengingatkan, "Setiap yang bernyawa akan merasaan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya." 2

 

    Suara sirine ambulan telah terdengar dari kejauhan menuju arah kerumunan itu. Keluar dari kerumunan nampak jalanan kembali normal. Bacaan dzikir tak henti-hentinya membasahi bibir. Kejadian itu tampak membekas di hati para pengendara yang melintas, tak terkecuali diri ini. Tidak bisa dipungkiri, mengingat kematian menjadi pengingat ampuh bagi hamba untuk melapangkan dada dan mempersiapkan bekal untuk kembali pada-Nya. Dalam sebuah hadits Anas bin Malik radhiyallahu'anhu berkata : Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda : "Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian, karena sesunggunya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya." 3

 

    Mentari tak lagi malu menyebarkan cahayanya. Tidak terasa, kami telah tiba di Kasongan. Hembusan napas masih terasa, rasa syukur masih bisa terucap. Perjalanan ini bukan hanya kesempatan bagiku untuk mengistirahatkan diri, namun juga kesempatan bagiku bermuhasabah diri untuk menjalani hidup yang lebih bermakna.

 

 (Peristiwa : 12 September 2021)

 

1 QS. Al Baqarah : 164 

2 QS. Ali Imran : 185 

3 HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami' (https://muslim.or.id/8076-ingat-mati-2.html)

Komentar

Postingan Populer